Minggu, 16 Juni 2019

DIBALIK MEROKOK


HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK REMAJA DENGAN  GANGGUAN POLA TIDUR
 
            Remaja didefinisikan sebagai periode transisi perkembangan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Periode transisi merupakan periode dimana remaja suka mencoba sesuatu yang baru demi mencari identitas diri, seperti mencoba rokok, narkoba dan sebagainya (Kemala, 2007).  Sejumlah studi menemukan penghisapan rokok pertama dimulai pada usia 11-13 tahun karena rasa ingin tahu yang kuat, pengaruh lingkungan sosial seperti modelling (orang tua, keluarga dan teman sebaya) menjadi salah satu determinan dalam memulai perilaku merokok. 
            Seorang remaja pria cenderung untuk memiliki kebutuhan dan mendapatkan pengakuan agar diterima dalam suatu kelompok yang diharapkannya, meskipun ia harus melakukan hal-hal yang bertentangan dengan perilaku hidup yang sehat seperti merokok, narkoba dan sebagainya. Masa remaja sering kali dianggap masa kritis yang menentukan apakah nantinya kita menjadi perokok atau bukan (Bustan, 2000).
            Pengaruh nikotin dalam rokok dapat membuat seseorang menjadi pecandu atau ketergantungan pada rokok. Remaja yang sudah kecanduan merokok tidak dapat menahan keinginan untuk tidak merokok, mereka cenderung sensitif terhadap efek dari nikotin (Parrot, 2007). Ketergantungan nikotin menyebabkan seorang perokok harus menghisap rokok terus-menerus dan menimbulkan berbagai akibat terhadap tubuh, salah satunya adalah insomnia (Sanchi, 2009).  
            Insomnia merupakan gangguan untuk memperoleh keadaan tidur yang maksimal, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Akibat dari insomnia dapat berupa penurunan kualitas hidup. Penelitian di Jepang oleh Ohida dkk pada tahun 2004 menunjukkan beberapa faktor risiko terjadinya gangguan tidur, yaitu jenis kelamin, siswa tingkat SMU, dan gaya hidup yang tidak sehat (stres psikologis, merokok dan minum alkohol).
            Semakin muda usia seseorang memulai konsumsi rokok, maka semakin panjang durasi merokoknya dan makin besar beban merokok untuk berkembang menjadi penyakit. Seorang perokok sedang berat memiliki resiko 9,375 kali lebih besar untuk mengalami insomnia dibandingkan perokok ringan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi durasi tidur dan insomnia, dan merokok merupakan salah satu faktor penting yang sering ditemukan pada laki-laki.

DAMPAK MEROKOK BAGI KESEHATAN GIGI DAN RONGGA MULUT
 
Merokok telah menjadi gaya hidup bagi sebagian kalangan masyarakat di Indonesia. Bahkan beberapa perokok aktif lebih mencari rokok mereka daripada sekedar makan makanan yang lain ketika waktu luang. Padahal kita tahu bahwa merokok merupakan suatu kebiasaan dengan tingkat perusak cukup tinggi bagi kesehatan. Mayoritas kabar yang kita tahu pula bahwa merokok akan membawa dampak negatif bagi saluran pernapasan saja seperti gangguan paru-paru. Namun ternyata, merokok selain menimbulkan efek secara sistemik dapat pula menyebabkan timbulnya kondisi patologis di rongga mulut khususnya gigi dan jaringan lunak. Kondisi patologis dalam rongga mulut yang juga sering ditemukan pada perokok antara lain karies akar, halitosis atau bau mulut, periimplantitis, dan penurunan fungsi pengecapan.

Dampak merokok terhadap gigi dan rongga mulut dapat dilihat antara lain terjadinya radang gusi, penyakit periodontal, karies akar, alveolar bone loss, tooth loss, serta berhubungan dengan munculnya lesi-lesi khas pada jaringan lunak rongga mulut. Dalam sebuah artikel pun tertulis bahwa komponen toksik dalam rokok dapat mengiritasi jaringan lunak rongga mulut yang menyebabkan terjadinya infeksi mukosa, dry socket, memperlambat penyembuhan luka, memperlemah kemampuan fagositosis, menekan proliferasi osteoblas, serta dapat mengurangi asupan aliran darah ke gingiva.

Tar, nikotin, dan karbonmonoksida merupakan tiga zat kimia yang paling berbahaya dalam asap rokok dimana ketika rokok dihisap, tar masuk ke rongga mulut sebagai uap padat. Setelah dingin uap tersebut akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran napas, dan paru-paru. Paparan asap rokok dalam jangka waktu cukup lama juga dapat  menyebabkan kerusakan pada bagian mukosa mulut yang terpapar, penebalan menyeluruh pada bagian epitel mulut, bahkan dapat menimbulkan bercak putih keratotik yang menandakan leukoplakia dan kanker mulut.

Selain itu, merokok dapat mengganggu kinerja saliva yang berperan dalam proteksi gigi sehingga justru akan meningkatan angka kejadian karies. Pada penelitian lain menyatakan bahwa terdapat perebedaan kapasitas buffering saliva pada perokok aktif dan pasif yang berkaitan dengan resiko terjadinya karies. Perlu kita ketahui bahwa resiko terjadinya kehilangan gigi pada perokokaktif tiga kali lebih tinggi dibanding pada perokok pasif.
Nahh bagaimana ? Apakah masih ingin menghisap racun ?



Sumber Referensi:
  • Novitasari, M., Wowor, V., & Kaunang, W. 2014. Gambaran Tingkat Pengetahuan Siswa SMA Negeri 1 Manado tentang Dampak Merokok Bagi Kesehatan Gigi dan Mulut. Jurnal e-Gigi. 2(2).
  • Diba, C., Bany, Z., & Sunnati. 2016. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dampak Merokok Terhadap Kesehatan Rongga Mulut dengan Status Kebersihan Rongga Mulut (Remaja Desa Cot Mesjid Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh). Jurnal Caninus Dentistry. 1(4).
  • Komasari, D., Helmi, A. 2000. Faktor-faktor Penyebab Perilaku Merokok Pada Remaja. Jurnal Psikologi. 1 : 37-47.
  • Putri K. 2019. Pengaruh Merokok Terhadap Kesehatan Gigi Dan Rongga Mulut. Majalah Ilmiah Sultan Agung. 49(124): 1-6.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DIBALIK MEROKOK

HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK REMAJA DENGAN  GANGGUAN POLA TIDUR               Remaja didefinisikan sebagai periode transisi perkembanga...